Agar Travelling Bisa Bernilai Ibadah, Begini Caranya

Informasi

Informasi dan Tips-tips

Agar Travelling Bisa Bernilai Ibadah, Begini Caranya

Agar Travelling Bisa Bernilai Ibadah, Begini Caranya
Salah satu hobi yang banyak digemari saat ini adalah travelling, diantara alasan mengapa orang-orang menukai hobi yang satu ini diantaranya adalah melepas penat dan menghibur diri dengan mencari suasana baru di tempat lain. Juga, banyak diantaranya Homiers yang melakukan travelling bukan hanya sekedar hobi tetapi juga karena tuntutan pekerjaan.

Namun Homiers, sebagai seorang muslim, kita mempunyai tuntutan agar apapun yang dilakukan bernilai pahala dan merupakan ibadah. Mengapa Homiers? Karena, mengingat jatah umur kita terbatas sedangkan untuk menggapai kebahagiaan di surga harus berbekalan amalan kebaikan yang tak terbatas, maka salah satu solusinya adalah menjadikan setiap aktivitas sebagai ladang pahala yang bisa bernilai ibadah. Bagaimana caranya?

Travelling agar bisa bernilai ibadah sehingga bukan hanya sekedar kesenangan dunia semata tetapi bisa menjadi bekal untuk hari nanti. Sebelum kita membahas lebih jauh Homiers perlu diketahui bahwa safar ada beberapa macam, diantaranya sebagai berikut:

  1. Safar yang wajib, yaitu menempuh perjalanan untuk menunaikan kewajiban, misalnya bepergian untuk menunaikan ibadah haji yang wajib, umrah yang wajib, menuntut ilmu agama yang wajib atau kewajiban berjihad.
  2. Safar yang sunnah, yaitu menempuh perjalanan yang dianjurkan (disunnahkan), misalnya bepergian untuk melaksanakan umrah yang sunnah, haji yang sunnah, dan jihad yang sunnah.
  3. Safar yang boleh, yaitu bepergian untuk melakukan hal-hal yang diperbolehkan dalam agama, misalnya bepergian untuk berdagang barang-barang yang halal.
  4. Safar yang haram, yaitu menempuh perjalanan untuk melakukan perkara yang diharamkan, misalnya menempuh perjalanan untuk berdagang khamr (minuman keras).
  5. Safar yang makruh, misalnya bepergian seorang diri tanpa ada yang menemani. Bepergian seperti itu dimakruhkan, kecuali untuk melakukan hal-hal yang sangat penting.

Sebisa mungkin kita melakukan safar yang wajib, sunnah, atau yang boleh; tidak melakukan safar yang makruh, apalagi yang haram. Safar mubah, sekedar jalan-jalan atau liburan bisa bernilai ibadah. Bagaimana caranya?

Ada dua syarat ini Homiers yang mesti dipenuhi kalau hal mubah bisa bernilai ibadah:

  1. Dilakukan dengan niat yang benar.
  2. Sebagai wasilah (perantara) dalam rangka menyupport amalan shalih.

Dalil yang mendukung syarat pertama adalah hadits,

إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِى بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا ، حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِى فِى امْرَأَتِكَ

Sesungguhnya engkau tidaklah menafkahkan suatu nafkah dalam rangka mengharap wajah Allah melainkan akan diganjar dengan usaha itu sampai pun sesuap makanan yang engkau masukkan dalam mulut istrimu.” (HR. Bukhari, no. 6373 dan Muslim, no. 1628). Di sini, disebutkan dengan niat ikhlas mengharap pahala di sisi Allah, barulah perbuatan yang asalnya bukan ibadah bernilai ibadah dan berpahala.

Dalil bahwasanya perbuatan non-ibadah jika sebagai wasilah (perantara) pada ketaatan atau ibadah dapat bernilai pahala dapat disimpulkan dari firman Allah Ta’ala,

لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal shalih.” (QS. At Taubah: 120). Ayat ini menunjukkan bahwa wasilah (perantara) yang mendukung terwujudnya ibadah dianggap sebagai ibadah pula dan berpahala di sisi Allah. (Lihat Qowa’id Ma’rifat Al-Bida’, hlm. 107)

Contoh safar yang mubah yang bisa bernilai ibadah:

  • Safar yang diisi dengan amalan shalih seperti zikir dan do’a.
  • Jalan-jalan ke luar kota dan dituju adalah Pondok Pesantren Sunnah, di sana bisa menggali ilmu agama walau nantinya punya tujuan untuk berekreasi ke pantai atau lainnya.
  • Safar sambil bakti sosial pada masyarakat miskin. Walau ada liburannya, namun bisa raih pahala.
  • Mengambil waktu istirahat setelah beraktivitas panjang agar setelah mengambil istirahat lebih semangat beraktivitas untuk memperdalam ilmu agama, giat ibadah dan berdakwah. Ini yang ditemukan pada sebagian ulama atau ustadz. Ada waktu luang mereka yang mereka gunakan untuk berekreasi biar lebih semangat lagi dalam aktivitas dakwah.

Beberapa contoh di atas menunjukkan bahwa dengan niatannya itulah yang menjadikan safar tersebut menjadi ibadah. Begitu pula waktu luang di saat safar bisa dimanfaatkan untuk hal yang bermanfaat seperti membaca Al-Qur’an, membaca buku Islam yang bermanfaat atau lebih canggih lagi browsing situs-situs Islam.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu; dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam; beliau bersabda,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

“Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.” (HR. Tirmidzi, no. 2317; Ibnu Majah, no. 3976. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Wallahu a’lam bish shawab.

 

Semoga bermanfaat..

Salam Hangat Simply Homy.

Sumber Artikel: www.hijaz.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *