Persoalan Produsen Mensunat Hak Konsumen, Demi Alasan Ramah Lingkungan?
Kenapa ya, sekarang makin banyak produsen yang suka ngurangin aksesoris produknya? Mereka bilang alasannya buat mendukung pemerintah demi ngurangin limbah, ini beneran peduli atau cuma akal-akalan doang? Bayangin aja, kalian beli barang elektronik, misalnya handphone atau laptop, tapi ternyata beberapa aksesoris penting yang dulu selalu ada sekarang malah harus beli terpisah..
Yang tadinya udah sepaket jadi kepisah, dan otomatis harga yang kita keluarkan jadi lebih mahal, jadi repot duakali agar paketan lengkap. Mereka bilang ini semua demi lingkungan, biar sampah plastik, baterai dan komponen elektronik bisa berkurang. Tapi beneran gitu? Atau mereka cuma mau hemat biaya produksi dan maunya tetap untung besar dari harga jual yang nggak turun-turun? Harusnya turun, kan karena ada aksesoris yang disunat!
Masalahnya, kita sebagai konsumen yang tanpa sadar jadi korban dari kebijakan yang katanya “ramah lingkungan” ini?
Pertama, kita nggak dapet hak penuh atas barang yang udah kita beli. Dulu beli handphone ya udah sepaket sama charger, earphone, bahkan casing. Tapi sekarang? Cuma dapet handphone doang, terus kalian harus merogoh kocek lagi buat beli aksesoris penting yang seharusnya udah include dalam satu box. Contoh lain konsumen tidak lagi mendapat jaket motor, kunci cadangan, ban cadangan yang sama dan lainnya.
Kedua, dosa limbah malah dilempar ke kita, konsumen! Bayangin, kalian jadi harus beli charger atau aksesoris lain secara terpisah, yang artinya kalian bakal beli lebih banyak menghabiskan waktu, tenaga dan fikiran juga ujung-ujungnya malah nyumbang limbah lebih banyak lagi! Tidak efesien. Jadi bukannya membantu ngurangin limbah, malah nambahin lagi karena aksesoris lain yang dibeli jelas memiliki packaging terpisah.
Ini bukan cuma soal uang yang keluar lebih banyak juga, tapi juga soal kepercayaan kita kepada brand-brand besar itu yang kayaknya mulai kehilangan fokus. Mereka lebih mikirin margin keuntungan daripada kepuasan konsumen. Padahal, kalau bener-bener mau mendukung lingkungan, mereka bisa cari cara lain yang nggak merugikan konsumen tapi tetap ramah lingkungan. Misalnya, menggunakan bahan daur ulang untuk aksesoris atau memberikan opsi pengembalian produk lama saat beli produk baru. Tapi kenyataannya, mereka lebih milih jalan yang gampang, cuci tangan: kurangi aksesoris, hemat biaya produksi, tapi tetap jual mahal. Dan yang kena getahnya? Ya kita, konsumen!
Yang sadar, dampak dari kebijakan ini membuat konsumen jadi rugi dua kali lipat. Pertama, dari sisi finansial, karena harus keluar uang tambahan buat beli aksesoris yang seharusnya udah jadi bagian sepaket dari produk. Kedua, dari sisi moral, karena kita dipaksa buat ikut andil dalam siklus pembelian yang nggak ramah lingkungan. Bayangin aja, kita diposisikan seolah-olah kita yang nggak peduli lingkungan karena harus beli barang tambahan, padahal semua ini akibat dari keputusan sepihak produsen.
Mulai saat ini seharusnya konsumen lebih kritis dan sadar terhadap apa yang mereka beli. Jangan gampang percaya sama klaim produsen yang bilang produknya “eco-friendly” tapi ternyata cuma jadi alasan buat mereka ngurangi biaya produksi. Konsumen harus lebih teliti dan, kalau perlu, protes kalau merasa dirugikan. Banyak brand yang masih menghargai konsumen mereka dengan memberikan produk yang lengkap dan berkualitas tanpa embel-embel alasan lingkungan yang nggak jelas.
Pada akhirnya, kita sebagai konsumen akan punya kekuatan buat menentukan tren pasar. Kalau kita mulai berani menuntut hak kita dan memilih brand yang benar-benar peduli, bukan cuma soal lingkungan tapi juga soal kepuasan konsumen, produsen mau nggak mau akan berubah. Jangan biarkan mereka terus-terusan menggunakan alasan lingkungan sebagai tameng buat menutupi niat sebenarnya: keuntungan besar di atas kepuasan dan hak konsumen. Setuju?
Sumber : klik